Kemungkaran Acara Maulid yang Diingkari Oleh Pendiri
NU Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari Rahimahullah
Tidak diragukan lagi bahwa
melaksanakan perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perkara
yang tidak dikenal oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu
Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Tholib tidak pernah merayakannya, bahkan
tidak seorang sahabatpun.
Padahal kecintaan mereka kepada Nabi
sangatlah besar…mereka rela mengorbankan harta bahkan nyawa mereka demi
menunjukkan cinta mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikian pula tidak diragukan lagi
bahwasanya para imam 4 madzhab (Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam
As-Syafi’i, dan Al-Imam Ahmad) juga sama sekali tidak diriwayatkan bahwa mereka
pernah sekalipun melakukan perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karenanya sungguh aneh jika kemudian
di zaman sekarang ini ada yang berani menyatakan bahwa maulid Nabi adalah
sunnah, bahkan sunnah mu’akkadah??!! (Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang
tokoh sufi Habib Ali Al-Jufri, ia berkata, “Maulid adalah sunnah mu’akkadah,
kita tidak mengatakan mubah (boleh) bahkan sunnah mu’akkadah, silahkan lihat dihttps://www.youtube.com/watch?v=q8S5hoERnsc)
Tentu
hal ini menunjukkan kejahilan Habib Al-Jufri, karena sunnah mu’akkadah menurut
ahli fikih adalah : sunnah yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan ditekankan oleh Nabi serta dikerjakan oleh Nabi secara kontinyu,
seperti sholat witir dan sholat sunnah dua raka’at sebelum sholat subuh.
Jangankan merayakan maulid berulang-ulang, sekali saja tidak pernah dilakukan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pernyataan
bahwa perayaan maulid Nabi adalah sunnah mu’akkadah melazimkan
kelaziman-kelaziman yang buruk, diantaranya :
Pertama : Perayaan maulid Nabi termasuk dari bagian agama yang
dengan bagian tersebut maka Allah menyempurnakan agamaNya. Jika ternyata
perayaan maulid Nabi baru muncul ratusan tahun setelah wafatnya Nabi,
menunjukkan bahwa kesempurnaan agama baru sempurna ratusan tahun setelah
wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kedua : Berarti Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam dan para sahabatnya, bahkan para tabi’in dan juga para imam 4
madzhab semuanya telah meninggalkan sunnah mu’akkadah yang sangat penting ini
!!!, padahal mereka begitu terkenal sangat bersemangat dalam beribadah !!?
Ketiga : Hal ini juga melazimkan
bahwa orang-orang yang merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah melakukan amalan sunnah mu’akkadah dan juga telah meraih pahala yang
terluputkan oleh Nabi, para sahabat, dan para imam madzhab.
Diantara
perkara yang menunjukkan bid’ahnya perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah ternyata banyak kemungkaran-kemungkaran yang terjadi dalam
perayaan maulid.
Karenanya
tatkala ada sebagian ulama yang membolehkan perayaan maulid maka mereka
menyebutkan cara perayaan yang benar, dan mereka mengingkari tata cara perayaan
yang berisi banyak kemungkaran.
Diantara
para ulama yang mengingkari kemungkaran-kemungkaran yang terjadi di perayaan
maulid adalah Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullah pendiri N.U. Bahkan
beliau rahimahullah telah menulis sebuah risalah yang berjudul
التَّنْبِيْهَاتُ الْوَاجِبَاتُ لِمَنْ يَصْنَعُ الْمَوْلِدَ
بِالْمُنْكَرَاتِ
(Peringatan-peringatan
yang wajib terhadap orang-orang yang merayakan maulid Nabi dengan kemungkaran)
Meskipun
Kiyai Muhammad Hasyim al-Asy’ari membolehkan merayakan maulid Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam akan tetapi beliau meletakkan aturan-aturan dalam perayan
maulid tersebut.
Beliau
sungguh terkejut tatkala melihat orang-orang yang merayakan maulid Nabi telah
melakukan kemungkaran-kemungkaran dalam perayaan tersebut, sehingga mendorong
beliau untuk menulis risalah ini sebagai bentuk bernahi mungkar.
Beliau
berkata di awal risalah beliau ini :
“Pada
senin malam tanggal 25 Robi’ul awwal 1355 Hijriyah, sungguh aku telah melihat
sebagian dari kalangan para penuntut ilmu di sebagian pondok telah melakukan
perkumpulan dengan nama “Perayaan Maulid”. Mereka telah menghadirkan alat-alat
musik lalu mereka membaca sedikit dari Al-Qur’an dan riwayat-riwayat yang
datang tentang awal sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tentang
tanda-tanda kebesaran Allah yang terjadi tatkala maulid (kelahiran) Nabi,
demikian juga sejarah beliau yang penuh keberkahan setelah itu. Setelah itu
merekapun mulai melakukan kemungkaran-kemungkaran seperti saling berkelahi dan
saling mendorong yang mereka namakan dengan “Pencak silat” atau “Box”, dan
memukul-mukul rebana. Semua itu mereka lakukan dihadapan para wanita ajnabiah
(bukan mahram mereka-pen) yang dekat posisinya dengan mereka sambil menonton
mereka. Dan juga musik dan sandiwara cara kuno, dan juga permainan yang mirip
dengan judi, serta bercampurnya (ikhtilatnya) para lelaki dan wanita. Juga
nari-nari dan tenggelam dalam permainan dan tertawa, suara yang keras dan
teriakan-teriakan di dalam mesjid dan sekitarnya. Maka akupun melarang mereka
dan mengingkari perbuatan kemungkaran-kemungkaran tersebut, lalu mereka pun
buyar dan pergi”
Setelah
itu Kiyai Muhammad Hasyim berkata :

Tata
Cara Perayaan Maulid :
Kyai
Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullah menyebutkan tentang tata cara perayaan
maulid yang dianjurkan. Beliau berkata ;

Kemungkaran-Kemungkaran
dalam Perayaan Maulid yang disebutkan oleh Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari
Diantara
kemungkaran-kemungkaran tersebut adalah :
Pertama : Bercampurnya (ikhtilath)
antara laki-laki dan perempuan
Kedua : Diadakannya “strik” (semacam
sandiwara cara kuno, wallahu a’lam, meskipun hingga saat ini penulis masih
belum paham betul akan makna strik, jika ada diantara pembaca yang faham tolong
memberi infonya kepada penulis)
Ketiga : Alat-alat musik, seperti
seruling dan yang lainnya. Hanyalah yang dibolehkan adalah rebana
Keempat : Mubadzir dalam mengeluarkan
harta untuk perkara yang berlebih-lebihan dan tidak bermanfaat. (Lihat
At-Tanbiihaat Al-Waajibaat 38-39)
Kelima : Joget atau tarian-tarian
Keenam : Nyanyian
Ketujuh : Keasikan bermain
sehingga lupa dengan hari kebangkitan. (Lihat At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal
21)
Kedelapan : Jika tidak terjadi ikhtilat
dan para wanita berkumpul sendirian maka ada kemungkaran-kemungkaran juga yang
mereka lakukan seperti : Mengangkat suara keras-keras dalam mengucapkan selamat
dan juga bergoyang-goyang dalam bernasyid, serta membaca al-Qur’an dan dzikir
dengan cara membaca yang keluar dari syariat dan cara yang wajar. (At-Tanbiihaat
Al-Waajibaat hal 22)
Demikianlah
beberapa kemungkaran yang disebutkan oleh Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari dalam
kitabnya tersebut. Setelah itu beliau mengingatkan akan beberapa perkara:
Pertama : Merayakan maulid dengan cara
melakukan kemungkaran-kemungkaran di atas merupakan bentuk tidak beradab kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan merupakan bentuk perendahan dan
menyakiti beliau. Orang-orang yang merayakan melakukan hal ini telah terjerumus
dalam dosa yang besar yang dekat dengan kekufuran dan dikhawatirkan mereka
terken suul khootimah (kematian yang buruk).
Kalau
mereka melakukan kemungkaran tersebut dengan niat merendahkan Nabi dan
menghinanya maka tidak diragukan lagi akan kekufurannya. (Lihat At-Tanbiihaat
al-Waajibaat hal 44-45)
Kedua : Karenanya tidak boleh
merayakan maulid yang mengantarkan kepada kemaksiatan. Kiyai Muhammad Hasyim
Asy’ari berkata :
فَاعْلَمْ أَنَّ عَمَلَ الْمَوْلِدِ إِذَا أَدَّى إِلَى
مَعْصِيَةٍ رَاجِحَةٍ مِثْلِ الْمُنْكَرَاتِ وَجَبَ تَرْكُهُ وَحَرُمَ فِعْلُهُ
“Ketahuilah
bahwasanya perayaan maulid jika mengantarkan kepada kemaksiatan yang jelas/kuat
seperti kemungkaran-kemungkaran maka wajib untuk ditinggalkan dan haram
perayaan tersebut” (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 19)
Ketiga : Bahkan tidak boleh membantu
terselenggarakannya perayaan maulid yang modelnya seperti ini.
Kiyai
Muhammad Hasyi Asy’ari berkata :
وَإِنَّمَا كَانَ إِعْطَاءُ الْمَالِ لِأَجْلِهِ حَرَامًا
لِأَنَّهُ إِعَانَةٌ عَلَى مَعْصِيَةٍ، وَمَنْ أَعَانَ عَلَى مَعْصِيَةٍ كَانَ
شَرِيْكاً فِيْهَا، وَكَذَلِكَ يَحْرُمُ التّفَرَجُّ ُعَلَيْهِ وَالْحُضُوْرُ
فِيْهِ لِأَنَّ الْقَاعِدَةَ : أَنَّ كُلَّ مَا كَانَ حَرَامًا يَحْرُمُ
التَّفَرُّجُ عَلَيْهِ وَالْحُضُوْرُ فِيْهِ
“Mengeluarkan
uang untuk perayaan maulid (yang bercampur kemungkaran-kemungkaran) menjadi
haram dikarenakan hal ini merupakan bentuk membantu pelaksanaan maksiat. Dan
barang siapa yang membantu terselenggaranya kemaksiatan maka ia ikut serta di
dalamnya. Demikian juga haram untuk menyaksikan dan hadir dalam acara tersebut,
karena kaidah menyatakan : “Setiap yang haram maka haram pula menyaksikan dan
hadir di dalamnya” (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 39)
Keempat : Kiyai Muhammad Hasyim
Asy’ari juga menyatakan bahwa seseorang yang melakukan perayaan maulid dengan
melakukan kemungkaran-kemungkaran maka ia sedang bermuhaajaroh (menampakan
terang-terangan) dengan kemaksiatan. (lihat At-Tanbiihaat hal 39-40)
Kelima : Beliau juga menyatakan bahwa
orang yang melakukan maulid model demikian telah memiliki sifat orang munafiq.
Beliau berkata ;
وَمِنْهَا أَنَّهُ اتِّصَافٌ بِصِفَةِ النِّفَاقِ وَهِيَ
إِظْهَارُ خِلاَفِ مَا فِي الْبَاطِنِ إِذْ ظَاهِرُ حَالِهِ أَنَّهُ يَعْمَلُ
الْمَوْلِدَ مَحَبَّةً وَتَكْرِيْمًا لِلرَّسُوْلِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ وَباَطِنُهُ أَنَّهُ يَجْمَعُ بِهِ الْمَلَاهِي وَيَرْتَكِبُ
الْمَعَاصِي
“Diantara
kerusakan-kerusakan maulid model ini adalah pelakunya bersifat dengan sifat
kemunafikan, yaitu memperlihatkan apa yang berbeda dengan di dalam hati. Karena
lahiriahnya ia melaksanakan maulid karena mencintai dan memuliakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi batinnya ia mengumpulkan
perkara-perkara yang melalaikan dan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan”
(At-Tanbiihaat hal 40)
Keenam : Wajib bagi seorang alim
untuk mengingkari para penuntut ilmu yang melakukan kemungkaran-kemungkaran
tersebut. Karena jika didiamkan maka orang awam akan menyangka bahwa cara
merayakan maulid dengan kemungkaran-kemungkaran tersebut adalah merupakan
bagian dari syari’at. Padahal perkaranya adalah sebaliknya, justru mengantarkan
pada penyia-nyiaan syari’at dan meninggalkannya. (lihat At-Tanbiihaat
al-Waajibaat hal 40-41).
Penutup :
Para
pembaca yang budiman, meskipun penulis memandang akan bid’ahnya maulid akan
tetapi taruhlah jika penulis mengalah dan menyatakan bahwa perayaan maulid dianjurkan
(sebagaimana pendapat kiyai pendiri NU) maka marilah kita melihat kenyataan
yang ada…sungguh terlalu banyak perayaan maulid di negeri kita yang bercampur
di dalamnya kemungkaran-kemungkaran yang telah diperingatkan oleh Kiyai
Muhammad Hasyim Asy’ari, seperti musik-musikan, nyanyian, ikhtilat lelaki dan
wanita, mubadzir dalam makanan dan hias-hiasan. Lagu kasidahan yang
disenandungkan oleh suaru biduan wanita disertai musik diputar bahkan di dalam
mesjid??!!. Jika Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari mengingkari wanita mengangkat
suaranya dalam rangka untuk mengucapkan selamat…bahkan dalam hal membaca
al-Quran dengan cara yang tidak wajar, maka bagaimana lagi jika suara merdu
biduan wanita lagi nyanyi kasidahan??!!
Belum lagi
kemungkaran-kemungkaran yang lebih besar yang tidak disebutkan oleh Kiyai
Muhammad Hasyim Asy’ari seperti
-
Banyak pelaku maksiat (baik yang tidak pernah sholat, koruptor, bahkan pemabuk
dan pezina, para artis tukang umbar aurat) begitu antusias untuk ikut andil
dalam melaksanakan perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka
menyangka bahwa perayaan inilah sarana yang benar untuk menyalurkan dan
mengungkapkan kecintaaan mereka terhadap Nabi. Akan tetapi jika mereka diajak
untuk melaksanakan sunnah Nabi yang sesungguhnya maka mereka akan lari
sejauh-jauhnya. Ini merupakan salah satu dampak negatif dari perayaan maulid
Nabi, karena sebagian orang menjadi tidak semangat bahkan menjauh dari sunnah
yang sesungguhnya karena bersandar kepada perayaan-perayaan seperti ini yang
dianggap sunnah.
-
Sebagian mereka meyakini bahwa ruh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ikut
hadir dalam acara maulid mereka
-
Sebagian mereka mensenandungkan bait-bait sya’ir puji-pujian terhadap Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah
sebagian dari sya’ir-sya’ir tersebut ada yang mengandung makna berlebih-lebihan
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana qosidah Burdah karya
Al-Bushiri. Diantaranya perkataan Al-Bushiri:
فَإِنَّ مِنْ جُوْدِكَ الدَّنُيْاَ
وَضَرَّتَها
وَمِنْ عُلُوْمِكَ عِلْمَ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ
Sesungguhnya
diantara kedermawananmu adalah dunia dan akhirat dan diantara ilmumu adalah
ilmu lauhil mahfuz dan yang telah dicatat oleh pena (yang mencatat di lauhil
mahfuz apa yang akan terjadi hingga hari kiamat)
Hal ini
jelas merupakan kesyirikan dan menyamakan kedudukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan Allah. Karena hanya Allahlah yang mengetahui ilmu
lauhil mahfuz, pengucap syair ini telah mengangkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam hingga pada derajat ketuhanan dan ini merupakan kekufuran yang nyata
(lihat kembali “Berlebih-lebihan Kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Hingga Mengangkat Beliau pada Derajat
Ketuhanan“)
Kota Nabi
-shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 04-05-1434 H / 16 Maret 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com
Sabtu, 16
Maret 2013
(nahimunkar.com)
- See more at:
http://www.nahimunkar.com/kemungkaran-acara-maulid-yang-diingkari-oleh-pendiri-nu-kiyai-muhammad-hasyim-asyari-rahimahullah/#sthash.vImoDrPk.dpuf